SBNINews, Medan.
Dewan Kesejahteraan Buruh dan Satgas PHK hanya akan berkutat pada persoalan hilir dengan sifat ad-hoc serta menghasilkan rekomendasi tanpa kekuatan hukum mengikat. “Kerja kedua lembaga tersebut akan overlapping dengan lembaga kerja sama tripartit yang sudah ada, bahkan dengan Kementerian Ketenagakerjaan itu sendiri,” ujar Bung Yusro (Ketum SBNI).
SBNI menilai bahwa pembentukan lembaga baru berpotensi menambah beban anggaran negara. kami juga khawatir lembaga tersebut justru hanya menjadi ajang bagi-bagi jabatan karena disebut setingkat menteri, sehingga membuat kabinet Presiden Prabowo semakin gemuk, Tambahnya.
pemerintah seharusnya fokus menyelesaikan masalah di hulu, yakni dengan membentuk undang-undang ketenagakerjaan yang berkeadilan, melindungi pekerja, serta memperkuat sistem pengawasan dan penegakan hukum. terutama terkait pasca diberlakukannya UU Cipta Kerja yang dinilai menimbulkan multitafsir dalam penerapannya. di karekan pasca lahirnya UU Cipta Kerja, iklim hubungan industrial di Indonesia menjadi semakin tidak menentu.
Dimana Pengusaha, buruh, maupun aparat dinas ketenagakerjaan di daerah kini harus merujuk pada beberapa sumber hukum utama, yakni UU Ketenagakerjaan No.13/2003, UU Cipta Kerja No.6/2023, Pepraturan Pemerintah, serta sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi, yang tentu tidak mudah dipahami.
“Lembaga semacam Kompolnas atau Komisi Yudisial justru lebih dibutuhkan ketimbang membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh maupun Satgas PHK,” ujarnya serta berharap berharap Presiden Prabowo meninjau ulang kebijakan tersebut.
“Sepanjang persoalan di hulu tidak segera diselesaikan, maka kondisi ketenagakerjaan di Indonesia akan tetap carut-marut. Pekerja yang sejahtera hanya akan jadi mimpi belaka. Pekerja yang bisa bertahan hingga pensiun pun akan tetap jadi angan-angan. Pelanggaran hak-hak pekerja akan terus berulang,” tegasnya.