Serikat Buruh Nasional Indonesia

Medan, Sumatera Utara, Indonesia
Serikat Buruh Nasional Indonesia adalah Organisasi yang memperjuangan kesejahteraan Pekerja/Buruh Hak-hak Normatip Pekerja/Buruh Pekerja Buruh yang di PHK tampa di berikan Hak-haknya oleh Para Pengusaha.

Minggu, 16 Februari 2020

DEMI MENARIK INVESTOR HARUSKAH BURUH YANG MENJADI "TUMBAL"NYA


SBNINews. Medan, 17 Feb 2020.
Pemerintah telah menyerahkan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja ke DPR.
Namun, Serikat Buruh Nasional Indonesia (SBNI) menyatakan 9 alasan untuk menolak di masukanya RUU Cipta Kerja di dalam Omnibus Low karna RUU Cipta Kerja jauh dari kata baik di bandikan UU No 13 Tahun 2003 Tentang ke tenagakerjaan. Di karenakan dalam draf tersebut. isinya banyak merugikan kamu Pekerja/Buruh. Sekretrasi Depeda SBNI Kota Medan (Habibul Hasan. SH) mengatakan, SBNI tidak menolak RUU Omnibus Law jika undang-undang yang di gandang - gadang akan menarik Investor dan akan dapat meciptakan Lapangan kerja itu tidak merugikan Pekerja/Buruh. "kami telah membaca Draf RUU Omnibus Low di dalamnya banyak merugikan kaum Pekerja/Buruh" 

Pertama yang disoroti adalah hilangnya ketentuan upah minimum di kabupaten/kota. Berdasarkan Draf RUU Cipta Kerja (sebelumnya Cipta Lapangan Kerja) yang terdapat pada pasal 88C ayat (2) hanya mengatur Upah Minimum Provinsi (UMP). Sedangkan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015, penetapan upah dilakukan di provinsi serta Kabupaten/Kota.
Kedua yaitu masalah aturan pesangon yang kualitasnya dianggap menurun dan tanpa kepastian. Nilai pesangon bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) turun karena pemerintah menganggap aturan yang lama tidak implementatif. Sebelumnya aturan mengenai pesangon ada di UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ketiga, Penggunaan tenaga alih daya semakin bebas. Sebelumnya, dalam aturan UU tentang Ketenagakerjaan penggunaan outsourcing dibatasi dan hanya untuk tenaga kerja di luar usaha pokok (core business) Namun di batas itu hilang dalam RUU Cipta Kerja.
Keempat, sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar dihapuskan. Omnibus law menggunakan basis hukum administratif, sehingga para pengusaha atau pihak lain yang melanggar aturan hanya dikenakan sanksi berupa denda. "Sekarang sanksi pidana bagi pelanggar pesangon dan PHK dihapus. Padahal kalau dulu ada sanksi pidana. Masuk pidana kejahatan," kata Sekretaris Depeda SBNI Kota Medan.
Kelima aturan mengenai jam kerja yang dianggap eksploitatif. Pada pasal 89 RUU Cipta Kerja poin 22 isinya akan merubahan isi dari dari pasal 79 UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. yaitu, pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti bagi pekerja.  Waktu istirahat wajib diberikan paling sedikit selama 30 menit setelah bekerja selama 4 jam, dan “Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu,” demikian dikutip. Sedangkan, waktu kerja paling lama 8 jam perhari, dan 40 jam dalam satu minggu.  Selain lima alasan itu, empat alasan lainnya dari SBNI yaitu, RUU Cipta Kerja dianggap akan membuat karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap.
Kemudian, penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) termasuk buruh kasar yang bebas,
PHK yang dipermudah
Dan terakhir, hilangnya jaminan sosial bagi buruh, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.
"JANGAN JADIKAN PEKERJA/BURUH MENJADI TUMBAL UNTUK MENARIK INVESTOR "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar